Gunung ini terletak di sebelah utara dari kota Bandung. Bersebelahan dengan gunung Tangkuban Perahu yang berada di sebelah timurnya. Mempunyai ketinggian 2064 meter diatas permukaan laut. Gunung ini adalah gunung purba. Saya kurang tahu kenapa disebut gunung purba, mungkin karena gunung ini sudah ada dari jaman prasejarah #ngasal.
Untuk dapat mencapai gunung ini, dari
kota Bandung kita dapat mengambil angkutan umum ke arah Ledeng, lalu
tinggal nyebrang dari terminal Ledeng ada angkot putih jurusan Ledeng –
Parongpong. Parongpong adalah salah satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Bandung Barat. Dari sini, dengan melihat ke arah utara kita
sudah dapat betapa gagahnya gunung Burangrang di sebelah kiri dan gunung
Tangkuban Perahu di sebelah kanannya. Biasanya puncak Burangrang
tertutup oleh kabut.
Sedangkan untuk mendaki ke puncaknya,
yang saya tahu terdapat 2 jalur pendakian yaitu pertama melewati gerbang
Komando dan kedua melewati jalur legok haji. Disebut jalur komando
mungkin karena jalur ini melewati daerah latihan Kopassus, sehingga
untuk dapat naik ke gunung kita harus lapor dulu di pos pintu angin,
sekitar 20 menit berjalan kaki dari gapura bertuliskan “KOMANDO” di sisi
jalan raya Parongpong – Cisarua. Jalur ini sangat terkenal di kalangan
pendaki pemula (mungkin) karena mempunyai trek yang lebih landai dan
pemandangan yang lebih memukau dibandingkan jalur legok haji yang lebih
curam dan hanya melewati rimbunan hutan saja.
Hari Sabtu, 14 Januari 2012, saya berdua
dengan teman saya Rifqi FI09 mendaki gunung ini secara PP (pulang pergi
tanpa camping). Kami berangkat dari gerbang belakang kampus ITB jam 7
naik angkot Cicaheum – Ledeng, lalu lanjut dengan angkot Ledeng –
Parongpong yang ngetemnya super lama itu. Kira2 sampai di gerbang
komando sekitar pukul 9 kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju
pos pintu angin kira2 20 menit menuju utara. Disana kami beristirahat
sebentar sembari minta izin ke Burangrang oleh seorang anggota Kopassus.
Dari pos itu terdapat dua jalur yaitu ke kanan dan ke kiri. Jalur kanan
adalah jalur menuju Situ Lembang dan ke kiri jalur menuju puncak
Burangrang.
Tepat setengah 10 kami mulai mendaki.
Trek benar2 landai dan masih santai tidak terlalu menguras tenaga.
Pemandangan yang dapat dinikmati adalah hutan pinus dan kokohnya
Burangrang di sebelah kiri jalan. Kira-kira 10-15 menit melewati hutan
pinus, vegetasi mulai berubah menjadi semak-semak lalu mulai memasuki
hutan. Di dalam hutan trek masih landai dengan sesekali ada tanjakan.
Karena malamnya hujan, tanjakan ini menjadi arena “perosotan” bagi kami
berdua yang tidak memakai sepatu khusus trekking, malah Rifqi memakai
sepatu futsal.
Makin keatas, hutan semakin padat dan
sesekali jalan setapak dihalangi oleh pohon yang tumbang. Perpaduan
gerakan mendaki dan merunduk menjadi sebuah kelaziman. Kira-kira setelah
berjalan 1 jam, hutan semakin rimbun dan semakin basah karena kabut.
Jalan setapak ini dibuat di punggungan sehingga di sebelah kiri dan
kanan jalan dapat berupa jurang atau memiliki tanah yang lebih rendah.
Waspadai jalanan yang licin yang mungkin saja dapat membuat kita
terperosok. Setelah jalan 2 jam-an, di sebelah kanan dapat terlihat
jelas (jika tidak ada kabut) pemandangan cekungan antara gunung
Tangkuban Perahu dan Situ Lembang, indah sekali, sayang waktu itu kami
berdua tidak membawa kamera sehingga perjalanan ini tidak ada
dokumentasinya. Jika pembaca penasaran silahkan di googling saja
fotonya, saya kira pemandangan ini adalah pemandangan favourite dan unik
ketika mendaki Burangrang lewat jalur Komando.
Kabut juga sering turun di tempat yang
tinggi ini. Kadang juga disertai oleh gerimis, sehingga wajib bawa jas
hujan atau minimal jaket yang tahan air. Ketika mendekati puncak,
vegetasi mulai berubah menjadi tumbuhan paku setinggi pinggang. Ada
beberapa tanjakan curam sebelum sampai di puncak. Tanjakan ini berupa
campuran batu dan tanah liat yang akan sangat licin jika hujan.
Kurang lebih pukul 12 siang kami telah
sampai di puncak Burangrang. Pertanda anda sudah mencapai puncak adalah
tugu triangulasi yang menandakan anda berada di ketinggian 2064 mdpl.
Sayang masih ada saja vandalisme di tugu ini. Banyak coretan dan bahkan
“relief-relief” nama diukir disana! Dari puncak Burangrang kita dapat
melihat pemandangan kota Bandung di arah Tenggara (jika tidak tertutup
kabut). Kota Bandung bagai kota yang digelar di dasar mangkok pegunungan
yang mengelilinginya. Percayalah bahwa Bandung itu berada di cekungan
dan dikelilingi oleh gunung-gunung. Melihat ke sedikit arah timur, ada
gunung Manglayang yang menjadi target pendakian saya selanjutnya.
Kira-kira hanya setengah jam kami keatas,
karena kabut mulai tebal dan hujan mulai turun, kami memutuskan untuk
turun. Tapi kami tidak melalui jalur yang sama dengan berangkat, kami
melalui jalur lain yaitu jalur legok haji yang langsung mengarah ke
selatan dari puncak. Dan jalur ini curam. Bahkan ditengah jalan akan
sering kita temui turunan yang membuat kita sedikit lompat karena tinggi
sekali. Karena malamnya hujan, jalur ini sangat licin sekali. Saya
berkali-kali terpeleset dan jatuh. Malah yang lebih parah saya sekali
terpeleset jatuh terduduk, lalu meluncur ke bawah dan terguling-guling.
Untung tidak ada luka yang berarti, hanya lecet-lecet sedikit. Saya
perkirakan saya meluncur dari ketinggian kira-kira 2 meter.
Turunan yang curam ini akan terus ada
hingga kami melewati 2 “terowongan” yang sebenarnya adalah tumbuhan yang
membentuk terowongan. Jika vegetasi berubah dari hutan hujan menjadi
semak-semak, anda sudah dekat dengan tepi hutan. Kira-kira setelah
berjalan 2 jam 15 menit kami sudah keluar dari hutan. Kini kiri-kanan
jalanan adalah padang rumput. Saya lihat ke belakang gunung Burangrang
sangat kokoh dengan kabut di puncaknya. Jalur masih turun kebawah,
lama-lama akan melewati perkebunan milik warga lalu akan berujung ke
jalan beraspal suatu kampung (saya tidak tahu nama kampungnya). Dari
jalanan kampung menuju jalan utama Parongpong Cisarua ternyata masih
jauh. Beruntung kami mendapat tumpangan motor oleh penduduk setempat
yang mau ke pertigaan SPN Cisarua. Disana kami naik angkot ke arah
Parongpong, lanjut Ledeng dan pulang.
Mungkin ada beberapa tips dari saya
1. pastikan bawa air yang cukup. Selama diperjalanan mendaki saya tidak melihat sumber air
2. jangan lupa memakai sepatu trekking yang mempunyai sol yang tidak licin dan kasar
3. hati-hati tanaman berduri, banyak sekali di jalur legok. mungkin jika kita membawa golok akan sangat membantu
sumber : http://adrianpradana.com/2012/01/18/mendaki-gunung-burangrang-pp/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar